Pemerintah Diminta Jawab: Mengapa Qanun Tenaga Lokal Belum Tegas Diterapkan?

Aceh Connect | Lhokseumawe —Polemik perekrutan tenaga kerja di lingkungan Depot Pertamina Lhokseumawe kembali memunculkan tanda tanya besar. Setelah pihak Pertamina Patra Niaga meminta pemerintah menerbitkan surat edaran atau himbauan resmi terkait penerapan Qanun Ketenagakerjaan tentang tenaga kerja lokal, muncul dugaan bahwa aturan yang sudah disahkan sejak lama itu belum tersosialisasi dengan baik dan belum diterapkan secara konsisten.

Mahatir, perwakilan tenaga skill lokal, menilai pernyataan Pertamina tersebut merupakan alarm serius bagi pemerintah. Ungkapnya kepada media ini, Senin 6 oktober 2025.

> “Apakah pemerintah selama ini lalai memastikan qanun yang sudah berlaku benar-benar ditaati? Bagaimana mungkin perusahaan pemenang tender bisa langsung bekerja tanpa melapor terlebih dahulu ke Disnaker, padahal aturannya sudah jelas?” ujar Mahatir.

Selain itu, sorotan tajam juga diarahkan pada minimnya transparansi proses rekrutmen. Perekrutan baik untuk tenaga skill seperti welder, fitter, rigger, safety, dan scaffolder, maupun tenaga pembantu/helper, dinilai masih tertutup dan tidak jelas mekanismenya.

Kekhawatiran publik semakin menguat setelah Kepala Desa Hagu Tengah, Syarul, mengakui bahwa pihaknya hanya mewakilkan dua tenaga kerja helper untuk direkomendasikan. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa sebagian perusahaan hanya memanfaatkan segelintir tenaga kerja lokal sebagai formalitas, untuk mengelabui aturan keterlibatan tenaga kerja daerah.

> “Pemerintah harus berani memastikan sejauh mana keterlibatan nyata tenaga skill dan tenaga pembantu lokal dalam proyek ini. Jangan sampai aturan hanya dipenuhi di atas kertas, sementara pekerja lokal tetap tersisih,” tegas salah seorang pemerhati ketenagakerjaan di Lhokseumawe.

Desakan pun menguat agar pemerintah kota dan DPRK Lhokseumawe segera menerbitkan aturan turunan dan mekanisme pengawasan yang lebih ketat, sehingga tidak ada lagi alasan bagi perusahaan untuk berdalih “tidak tahu aturan” atau berlindung di balik MoU dengan desa.

Kini publik menunggu langkah tegas pemerintah:

Apakah Qanun Ketenagakerjaan tentang tenaga lokal benar-benar akan ditegakkan, atau tetap menjadi aturan formal tanpa makna nyata di lapangan. [ZH].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *