Aksi Damai Warga Tuntut Haknya.
Aceh Connect | Aceh Tamiang – Delapan tahun sejak media lokal pertama kali menulis bahwa kabupaten ini “dikepung HGU”, keadaan belum juga berubah. Dari perbatasan Aceh–Sumatera Utara hingga Seumadam, sawit menjalar menutup ruang hidup warga. Namun di balik luasnya izin perkebunan, janji perusahaan untuk membangun kebun plasma masyarakat tak pernah benar-benar tumbuh.
Data BPN Aceh Tamiang mencatat ada 124 bidang HGU aktif dengan luas sekitar 45 ribu hektare. Bila mengikuti aturan pemerintah, sedikitnya 30 persen dari lahan itu seharusnya dialokasikan untuk masyarakat sekitar. Tetapi hingga kini, warga mengaku tak tahu di mana kebun plasma yang dijanjikan berada.
“Dulu katanya kami akan dapat kebun, tapi sampai sekarang tak ada,” ujar seorang warga di Kejuruan Muda, Selasa (5/11/2025). Ia hanya bekerja harian di kebun perusahaan dengan upah pas-pasan.
Pemerintah pusat lewat Surat Edaran ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2020 mewajibkan setiap pemegang HGU minimal 250 hektare menyediakan kebun masyarakat. Aturan baru yang dikutip sejumlah media nasional bahkan menaikkan kewajiban itu menjadi 30 persen. Namun di Aceh Tamiang, tidak satu pun laporan resmi tentang realisasi plasma yang bisa diakses publik.
Seorang pejabat di lingkungan pertanahan menyebut, perpanjangan HGU tetap disetujui walau perusahaan belum menyerahkan laporan kemitraan plasma. “Berkas mereka lengkap, tapi kewajiban sosial tidak,” katanya singkat.
Warga berharap pemerintah mulai menagih janji-janji lama yang tertulis di setiap izin. “Kalau plasma benar dijalankan, kami tidak akan miskin di tengah kebun sendiri,” ujar Salim warga Kampung Seumadam. (Kr).











