Cara Agar Dapat Izin Pertambangan Rakyat, Ikuti Penelusuran Berikut

ACEH CONNECT | BANDA ACEH — Pemerintah Aceh sangat mendorong agar di semua Wilayah Pertambangan, berdiri Pertambangan Rakyat yang legal guna kenyamanan rakyat sendiri dan lingkungan tetap lestari. Untuk mencapainya banyak hal yang harus disiapkan, seperti Badan Usaha (Koperasi, BUMD, UMKM), dan WPR.

Untuk memperoleh IPR masyarakat harus mempersiapkan Koperasi, agar Pemda punya dasar untuk mengajukan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) kepada Gubernur. Pengawasan terus akan dilakukan pada semua tambang ilegal, agar mau berproses untuk memiliki IPR (Izin Pertambangan Rakyat). Kata Sekda Aceh M. Nasir, saat CEO Aceh Connect silaturrahmi di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Menurut Sekda, Pemerintah Aceh melalui Nahkoda Mualem berharap semua tambang rakyat ada koperasi tambang. Dengan adanya koperasi tambang, maka dapat berkonsultasi ke  dinas koperasi kabupaten/kota bagaimana langkah selanjutnya jika mengurus izin tambang dan lain sebagainya.

“Dengan adanya koperasi tambang menjadi dasar kepala Daerah kabupaten/kota, untuk mengajukan Wilayah Tambang Rakyat (WPR) ke provinsi atau ke Gubernur Aceh, setelah berkonsultasi terlebih dahulu ke DPRK setempat untuk mendapat rekomendasi. Namun tetap menyesuaikan dengan regulasi tambang rakyat, yang sedang berlaku dan menggunakan bahan yang tidak membahayakan.” Pungkas Sekda, saat itu.

Dengan adanya catatan dari Sekda, Tim redaksi mengutus kembali agar  menghubungi Kepala Dinas ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) Aceh Taufik ST, M.Si, untuk mendapat bahan IPR lebih lanjut. Karena kesibukan dinas tersebut, pertemuan tertunda hingga 4 Nopember 2025.

Kadis ESDM Aceh yang akrap disapa Pak Taufik membenarkan bahwa, tambang rakyat harus ada izin agar semua dapat berkoordinasi saling kontrol demi keselamatan dan menjaga lingkungan agar tidak rusak. Cuma untuk memperoleh IPR membutuhkan waktu karena sebelum ke IPR, Kepala Daerah setempat yang mengajukan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat)  terlebih dahulu kepada Gubernur.

“Untuk mengajukan WPR, Bupati dan Walikota harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dewan setempat (DPRK). Rakyat harus mempersiapkan badan usaha seperti Koperasi, sedang Bupati/Walikota (bukan rakyat) yang mengajukan WPR ke Provinsi (Gubernur). WPR yang diajukan daerah akan dikaji secara mendalam untuk mengetahui kapasitas kandungan dan lain sebagainya, untuk diterbitkan izin.” Kata Taufik (Kadis ESDM) Aceh yang didampingi Stafnya.

Namun seluruh Indonesia baru ditetapkan tujuh provinsi yang telah memiliki WPR, akan tetapi semua wilayah tersebut belum dikeluarkan IPR nya. Karena Pemda harus mempersiapkan terlebih dahulu dokumen pengelolaan tambang, penempatan jaminan reklamasi, dan itu butuh dana yang cukup besar serta waktu.

Jaminan reklamasi berkisar 150 juta/ha, tujuannya agar setelah selesai penambangan wilayah tambang harus direklamasi kembali seperti sediakala. Uang jaminan tersebut disimpan di bank atas nama perusahaan (koperasi),  dicairkan untuk kebutuhan reklamasi di kemudian hari. Lahan tambang harus ditutup kembali seperti sediakala, itulah guna jaminan tersebut. Kata Kadis ESDM Aceh.

Untuk tambang ilegal pemerintah tidak pernah membuka, yang dilakukan adalah himbauan atau upaya penertiban lainnya. Himbauan  pelarangan itu adalah salah satu bentuk penertiban, dan itu biasanya lebih banyak dilakukan oleh pemkab/kota. IPR itu lebih kepada tambang emas biasanya, sedang untuk Sumur Minyak Rakyat sudah lebih baik regulasinya.

Seperti di Aceh Timur, Tamiang, Aceh Utara dan Bireun. Pemerintah Aceh secara terus menerus menyurati pusat, berkoordinasi dan lain sebagainya, semuanya telah berjalan sebagaimana mestinya syarat-syarat yang dibutuhkan seperti titik lokasi siapa penangungjawab dan dikelola oleh badan usaha, BUMD, UMKM atau Koperasi.

Dari sekitar 2.000 SMR yang diajukan, baru 1.400 titik SMR yang diproses untuk ditetapkan ‘kenapa’?, karena pemerintah daerah (pemkab/kota) belum mampu menyampaikan data seluruhnya yang dibutuhkan pusat seperti titik koordinat dan lain sebagainya. IPR lebih kepada tambang emas dan logam lainnya, penertiban terus dilakukan, karena jika ada kecelakaan semua kita diminta pertanggung jawabannya.

Dari pertemuan baik dengan Sekda Aceh M. Nasir, S.IP, MAP dan Kadis ESDM Aceh Taufik, ST, M.Si. Dapat ditarik kesimpulan, Pemerintah Aceh bersungguh-sungguh berupaya agar tambang rakyat itu memiliki izin, namun regulasi tambang ini prosesnya panjang. Sehingga untuk mendapat IPR (Izin Pertambangan Rakyat), butuh waktu dan modal yang tidak sedikit.

Sementara biasanya tambang itu berada diberbagai wilayah, termasuk hutan lindung. Pemerintah daerah sangat merasa bertanggungjawab atas keselamatan rakyatnya, namun regulasi menyangkut pertambangan perlu dipahami oleh berbagai pihak ‘masih kompleks’. Tambang sesungguhnya bukan ancaman tetapi harapan, berulangkali Kadis ESDM Aceh mengucapkannya dalam pertemuan tersebut. Asal saja kesadaran menjaga lingkungan, tidak dilupakan. [**].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *