Mengulik Penyebab Airlangga Lepas Jabatan Ketum Golkar

Airlangga Hartarto. (Foto: Dok. DPP Partai Golkar).

Acehconnect.com | Banda Aceh. — Bermacam analisa muncul setelah Airlangga sekonyong mengumumkan diri mundur, dari Ketua Umum Patai yang berdaun rindang dan bernuansa kuning kemeriahan. Dari berbagai artikel dikulik tim acehconnect.com, tidak ditemukan alasan yang tepat bagi Airlangga Hartarto mundur dari Ketua Umum Partai Golkar.

Meski media ini telah sekian lama mendapat informasi bahwa, selama kepemimpinan Airlangga sangat jarang di kantor. Mereka telah lama ingin Airlangga diganti, Airlangga cuma mementingkan kelompoknya dan membuat jenuh di sekretariat DPP Partai Golkar.

Pun demikian tidak mungkin dijadikan alasan bagi Airlangga untuk mundur, karena kekuasaannya bisa saja mereka yang telah lama rukun damai di sekretariat digusur seluruhnya. Sedang para petinggi Partai Golkar sejahtera bersama Airlangga, dekat dengan penguasa negeri. Jadi mengapa Airlangga mundur, masih misteri.

Pakar politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan, mencoba membedah penyebabnya.

Firman mengatakan kepada awak media, ada dua kemungkinan Airlangga mengundurkan diri. Pertama faktor internal dan kedua faktor eksternal. Jika terjadi tekanan dari kader Golkar, Firman menyebut, sebetulnya isu musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) sudah lama dan terjadi sebelum Pilpres.

“Tapi menariknya kalau itu tekanan muncul dari internal secara kinerja Pak Airlangga itu berhasil, ukurannya di Pileg dan Pilres. Di Pileg Golkar jadi pemenang kedua, termasuk di daerah-daerah, hari ini Partai Golkar paling banyak menduduki ketua DPRD, itu kan prestasi,” kata Firman dibetbagai media, Senin (12/8/2024).

Firman mengungkapkan, dalam Pilpres, Golkar tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan berhasil memenangkan Prabowo-Gibran. Firman sebut, tidak cukup alasan kalau ada tekanan secara internal dan jika ada, itu bisa diselesaikan lewat Munas.

“Kemungkinan faktor eksternal, ini macam-macam, bisa soal kepentingan politik, karena ini momentum pilkada maka ada keputusan Golkar banyak dipengaruhi Pak Airlangga sebagai ketua umum, dalam menentukan kandidat misalnya atau bisa saja faktor tekanan luar terkait persoalan hukum. Kita tahu Pak Airlangga sempat dipanggil Kejaksaan, ada kasus walaupun masih berstatus saksi,” ungkapnya.

“Kalau lihat momentum Pilkada dugaan saya faktor eksternal lebih kuat, berpengaruh terhadap pengunduran diri Pak Airlangga dibandingkan faktor internal,” tambahnya.

Selain itu, menurut Firman pascapengunduran diri Airlangga, tidak ada gejolak, misal loyalis Airlangga mengeluarkan pernyataan tentang sesuatu atau gerakan lainnya. Justru dilihat pengunduran diri ini untuk menjaga Golkar tetap solid dan Golkar tak alami masalah.

“Ini masih dugaan ya. Kepentingannya Golkar secara keseluruhan mau diselamatkan atau tidak, pilihannya dengan pengunduran diri Pak Airlangga,” jelasnya.

Disinggung terkait apakah ada pengaruh kepada rekomendasi calon kepala daerah di Pilkada 2024 usai ada pengganti Airlangga, Firman sebut hal tersebut tergantung kepentingan partai.

“Kalau saya sebut lebih konkret, Jawa Barat, seharusnya tidak ada perubahan karena itu yang disepakati oleh KIM. Tetapi bisa ada perubahan seperti Banten. Banten ini seperti berhadapan, Golkar di satu kubu, walaupun belum dapat tiket juga, tapi dia tidak bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju, kalau seperti itu bisa saja ada peninjauan, ” terangnya.

Terkait, calon pengganti Airlangga mengerucut kepada Bahlil, Firman menjadi teringat lagi pada isu lama, salah satu opsi bagi Presiden Jokowi setelah selesai jadi presiden kalau mau tetap pengaruh politik harus bergabung dengan parpol dan parpol yang memiliki pengaruh signifikan.

“Kalau niscaya Bahlil, tidak bisa dilepaskan kedekatannya dengan Presiden Jokowi, apakah kemudian Pak Bahlil itu jadi proxy dari Pak Jokowi untuk kemudian gunakan Golkar sebagai wadah politiknya termasuk keluarganya ke depan dan itu dugaan yang muncul,” pungkasnya.

Beberapa pengamat lain mencatat, “kental” ini kepentingan penguasa meski telah mendapat bantahan dari jajaran istana. Kita masih ingat, Gibran pernah dipakaikan baju kuning. Jika bukan Gibran, siapa lagi?. Teka-teki ini mungkin akan terjawab, di Munaslub yang kabarnya akan digelar pada 24 Agustus 2024 mendatang. [Tr].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *