Oleh Yuliati, S.H (Komisioner/ Ketua Pokja Bidang Reparasi KKR Aceh)
Banda Aceh, AcehConnect.com – Berdasarkan Qanun Aceh no. 17 tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Reparasi direkomendasikan dalam dua pendekatan, yakni Reparasi mendesak dan Reparasi komprehensif yang bertujuan untuk memberikan jaminan pada masyarakat bahwa Negara memberikan perlindungan HAM dalam situasi dan kondisi apapun, kemudian untuk memenuhi hak korban atas kerugian yang diderita serta pemulihan yang dibutuhkan oleh korban.
Pada tahun 2019 KKR Aceh telah merekomendasikan reparasi mendesak kepada Pemerintah Aceh dengan Surat Keputusan Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang bernomor 273/SK/KKR-Aceh/XII/2019 dengan perihal Rekomendasi Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban.
Calon penerima peparasi mendesak yang direkomendasikan oleh KKR Aceh saat itu berjumlah 245 orang dalam 2 (dua) tahap, tahap pertama berjumlah 70 orang calon penerima, selanjutnya tahap kedua berjumlah 175 orang calon penerima. Calon penerima reparasi mendesak yang direkomendasikan adalah korban pelanggaran HAM yang telah diambil pernyataan oleh KKR Aceh yang tersebar di 14 kabupaten/ kota yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Kota Langsa, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Aceh Selatan.
Reparasi mendesak tersebut direkomendasikan karena adanya korban yang membutuhkan pemulihan mendesak baik fisik maupun psikis yang dikhawatirkan akan mengganggu proses pengambilan pernyataan yang sedang dilaksanakan oleh KKR Aceh. Beberapa layanan yang direkomendasikan reparasi mendesak oleh KKR Aceh diantaranya Layanan Medis (pengobatan fisik dan psikis), Layanan Modal Usaha, Layanan Rumah, Layanan Tunjangan Hidup, dan Layanan Adminduk.
Perjalanan Realiasi Reparasi Mendesak KKR Aceh
Pada bulan Agustus 2020 Gubernur Aceh menetapkan 175 calon penerima reparasi mendesak rekomendasi KKR Aceh dengan Surat Keputusan Gubernur No. 330/1209/2020 yang kemudian diubah dengan Surat Keputusan Gubernur No. 330/1269/2020 menjadi 245 orang calon penerima reparasi mendesak. Dalam diktum kedua tersebut, gubernur Aceh menunjuk Badan Reintegrasi Aceh (BRA) sebagai pelaksana reparasi mendesak. Kemudian sejak Januari hingga Juli 2021 KKR Aceh melakukan verifikasi data sesuai kebutuhan yang disampaikan oleh BRA.
Pada bulan Juli 2021 Pemerintah Aceh mengadakan pertemuan dengan BRA dan KKR Aceh dalam rangka membahas respon publik terkait laporan gubernur Aceh atas capaian pelaksanaan reparasi mendesak. Pertemuan tersebut membahas tentang pelaksanaan reparasi mendesak sesuai yang direkomendasikan oleh KKR Aceh. Dari hasil pertemuan tersebut di ketahui hambatan yang dialami oleh BRA sebagai pelaksana rekomendasi adalah tidak ada mekanisme atau landasan hukum tentang skema pelaksanaan reparasi sesuai dengan rekomendasi KKR Aceh.
Oleh karena itu, BRA mengusulkan agar menggunakan skema Bantuan Sosial sesuai dengan salah satu e-komponen anggaran yang tersedia di BRA. Mengacu pada situasi tersebut Pemerintah Aceh merespon melalui Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) bahwa pelaksanaan reparasi mendesak dilaksanakan dengan menggunakan skema Bantuan Sosial dalam bentuk uang tunai sebesar 10 juta rupiah yang ditransfer langsung ke rekening penerima dan akan direalisasikan pada tahun anggaran 2022.
BRA dan KKR Aceh kembali mengadakan pertemuan pada bulan April tahun 2022 untuk membahas tahapan realisasi bantuan sosial untuk penerima reparasi mendesak rekomendasi KKR Aceh. Dalam pertemuan tersebut membahas tentang dokumen yang harus dilengkapi dan rencana verifikasi dan validasi data calon penerima reparasi mendesak. Awalnya disepakati, dokumen yang harus dilengkapi untuk penerima reparasi mendesak hanya KTP, KK dan buku rekening. Namun setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak pelaksana anggaran BRA menyampaikan kepada KKR Aceh agar meminta korban untuk menyiapkan proposal dan dokumen lainnya sesuai syarat pengajuan bansos yang merujuk pada Peraturan Gubernur No. 16 tahun 2022 tentang Hibah dan Bantuan Sosial. Kemudian KKR Aceh dan BRA membentuk Tim untuk melakukan Verifikasi dan Validasi data penerima reparasi mendesak yang dilaksanakan pada bulan September 2022 terhadap 245 calon penerima di 14 kabupaten/ kota.
Selama proses verifikasi dan validasi data penerima di lapangan, ditemukan 9 orang calon penerima sudah meninggal dunia, dan 1 orang calon penerima baru saja mendapat bantuan sosial dari BRA, sehingga tahapan pencairan tidak bisa diproses. Setelah proses verifikasi dan validasi dilakukan, KKR Aceh masih harus membantu BRA melengkapi dan merapikan dokumen tersebut hingga pencairan dana bantuan sosial tersebut baru direalisasikan pada akhir tahun anggaran 2022 kepada 235 orang penerima sesuai penetapan PJ Gubernur Aceh Achmad Marzuki yang dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Aceh No.032/1519/2022 tentang Penetapan Penerima Bantuan Sosial Program Reintegrasi Aceh Kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Masyarakat Korban Konflik (Reparasi Korban Pelanggaran Hak Azasi Manusia) Tahap 1V Tahun Anggaran 2022.
Reparasi Tidak Sama Dengan Bantuan Sosial
Dalam Qanun No. 17 tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, menjelaskan bahwa reparasi adalah hak korban atas perbaikan atau pemulihan yang wajib diberikan oleh Negara kepada korban karena kerugian yang dialaminya, baik berupa restitusi, kompensasi, rehabilitasi, jaminan ketidakberulangan dan hak atas kepuasan. Selanjutnya Reparasi Mendesak adalah tindakan segera yang dibutuhkan korban yang bila tidak dilakukan dapat menimbulkan penderitaan yang berkelanjutan.
Sedangkan Bantuan Sosial yang dijelaskan dalam Peraturan Gubernur No. 16 tahun 2022 tentang Hibah dan Bantuan Sosial adalah Pemberian bantuan berupa uang dan/ atau barang dari Pemerintah Aceh kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu. Oleh karena itu, landasan hukum pelaksanaan rekomendasi tersebut memunculkan masalah bagi para penerima reparasi karenan salah satu syarat pengajuan bantuan sosial justru bertentangan dengan prinsip dasar pemulihan hak korban pelanggaran HAM.
Berdasarkan penjelasan di atas, KKR Aceh perlu menegaskan bahwa, Pertama realisasi reparasi mendesak yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh melalui BRA dengan memberikan bantuan sosial kepada korban pelanggaran HAM yang direkomendasikan oleh KKR Aceh tidak dapat disebut sebagai Reparasi, karena belum memenuhi standar reparasi dan prinsip pemenuhan hak korban yang diatur dalam menurut PP No.3 tahun 2002 tentang kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terhadap korban pelanggran HAM yang Berat; Kedua dalam surat keputusan Gubernur Aceh 330/ 1269/2020 dengan menyebutkan bahwa reparasi mendesak korban pelanggaran HAM dapat diartikan sebagai salah satu upaya pengakuan Negara terhadap korban pelanggran HAM di Aceh namun pelaksanaanya belum sesuai dengan kententuan; Ketiga KKR Aceh mendorong pemerintah untuk segera menyusun mekanisme pelaksanaan rekomendasi KKR Aceh berdasarkan prinsip tanggung jawab negara sebagai rangkaian upaya terencana yang dilakukan oleh negara dalam rangka pemenuhan hak-hak korban.
“Negara harus bertanggung jawab atas apa yang saya alami, karena perang saya kehilangan bapak dan ibu harus membesarkan adik-adik saya (pernyataan N salah satu korban di Aceh Besar)”.[R]