Ki-Ka: Almuniza Kamal (Kadisbudpar Aceh), Muchtaruddin (Ketua SPS Aceh), dan Teungku Adek, Anggota Komisi III DPR Aceh (Foto: Editan TG-Ac.com)
Banda Aceh, Acehconnect.com – Mengutip KBA.ONE, Rabu 22 Mei 2024, Almuniza Kamal, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh membantah terlibat dalam jual beli dana Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) Sosialisasi Pariwisata di Aceh Utara milik Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Mawardi (alias Teungku Adek) secara ijon. “Itu tidak benar, saya tidak tahu menahu soal itu. Silahkan tanya ke staf saya yang mengurusi itu,” kata Almuniza kepada media tersebut via sambungan telepon seluler.
Sementara itu Muchtaruddin, Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Aceh, yang namanya turut disebut-sebut sebagai ‘pemain lama’ dalam bisnis pokir di DPRA itu, juga membantah terseret dalam pusaran kasus jual beli pokir dengan cara ijon tersebut. Ia pun menepis isu yang berhembus dari pengakuan seorang jurnalis kepada KBA.ONE, Senin 20 Mei 2024 lalu, bahwa mereka sedang megerjakan pokir yang ditangani oleh Muchtaruddin. “Itu gak benar Bang, yang atur pokir itu ya dinas terkaitlah, saya mana ada,” kelit Muchtaruddin sewaktu dikonfirmasi KBA.ONE ihwal namanya santer di pusaran kasus proyek pokir ijon tersebut.
Praktek jual beli pokir Sosialisasi Pariwisata secara ijon memang sudah berlangsung bertahun-tahun. Para pemilik pokir sengaja ‘mengunci’ informasi dana pokir miliknya di dinas-dinas yang mereka titip. Dari informasi yang dikumpulkan KBA.ONE, tercatat dana pokir Sosialisasi Pariwisata milik Anggota Komisi III DPRA itu jumlahnya sekitar Rp 500 juta. “Tapi yang Rp 50 juta sudah kita bagi ke Dinas Pariwisata Aceh yang mengelolanya. Kami juga sudah koordinasi dengan Pak Kadis Almuniza Kamal,” kata Tim Koordinator Lapangan (Korlap) Anggota Komisi III DPRA kepada Wartawan KBA.ONE.
Sebenarnya Wartawan KBA.ONE tersebut beberapa waktu sebelumnya sempat juga ditawarkan untuk membeli secara ijon proyek Sosialisasi Pariwisata itu dengan kalkulasi 65 persen ke pemilik pokir dan 35 persen ke media pelaksana, namun ditolaknya. “Karena mereka minta uang di depan dengan persentase bagi hasil yang terlalu besar sampai 65 persen, kita tidak maulah. Ini praktek zalim namanya, media kita mau dijadikan tempat cuci uang. Mereka yang enak, resiko ke kita,” kata Wartawan KBA.ONE yang sempat diajak bernegosiasi.
Karena gagal dan tidak ada titik temu, akhirnya proyek itu dijual secara ijon ke salah seorang pemimpin media siber, yang juga Ketua Organisasi Wartawan. “Ya Bang, kita beli dari Tim Korlapnya Pak Mawardi. Kita udah setor Rp100 juta. Persentasenya 60 ke pemilik pokir dan 40 persen ke kita. Tapi kalau KBA.ONE mau kembalikan uang kami, boleh juga, kami alihkan pokir ini. Saya pun agak malas sebenarnya,” kata pemimpin media siber itu kepada KBA.ONE yang sempat mendiskusikan masalah tersebut.
Anggota Komisi III DPRA Mawardi alias Tengku Adek tidak berkomentar banyak sewaktu dikonfirmasi soal permainan pokir miliknya yang dijual secara ijon oleh tim koordinator lapangannya. “Maaf, saya tidak tahu urusan yang dimaksud karena itu urusan dinas terkait,” jawab Mawardi lewat pesan WA, Senin 20 Mei 2024.
Gedung DPR Aceh, dari sinilah pokir-pokir bermasalah menjadi bancakan dan mengalir sampai jauh ke SKPA-SKPA terkait (Foto: Repro-Ac.com)
• Melanggar SE Gubernur Aceh No.602/14181
Tampaknya praktek ijon dana Pokir di DPRA semakin merajalela dan vulgar saja. “Mereka jual sebelum kegiatan berjalan. Kalkulasinya 60 persen ke pemilik pokir dan 40 persen ke media. Di dalam itu tetap ada jatah dinas terkait,” kata seorang sumber KBA.ONE lainnya. Praktek ijon lazimnya dilakukan oleh rentenir yang membeli padi petani ketika baru masuk musim tanam. “Saat datang musim panen, padi langsung diambil dengan harga murah yang sudah dibayar di depan,” sebut sumber itu.
Sejatinya, sesuai Surat Edaran (SE) Gubernur, para Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mencatatkan nama kegiatan, realisasi pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan pelaksanaan swakelola dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah melalui Sistem Pengadaan Elektronik, bukan seperti praktek ‘dagang sapi.’
“Tapi realitanya, pengadaan barang dan jasa itu dibagi-bagi ‘di bawah tangan’ bekerjasama dengan para Kepala Dinas bersangkutan karena ada komitmen fee di sana. “Jumlahnya lumayan besar,” kata sumber KBA.ONE tersebut . Dinas-dinas terkait yang menerima titipan pokir juga melakukan hal serupa. Para Kepala Dinas tidak lagi mengindahkan Surat Edaran (SE) Gubernur Aceh No.602/14181 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Tahun 2024.
• Ketua AMSA Minta APH Turun Tangan
Praktek tak terpuji jual-beli secara ijon proyek publikasi dari sumber dana pokir itu sudah menjadi rahasia umum. Bagi Aceh yang menerapkan syariat Islam, sebenarnya hal tersebut sangat ironis. “Di depan publik, anggota dewan bicara ekonomi syariah dan sok bersih, tapi di belakang layar korupsi gila-gilaan,” ujar Syarbaini Oesman, Ketua Asosiasi Media Siber Aceh (AMSA) kepada KBA.ONE, Rabu 22 Mei 2024.
Syarbaini sangat menyesalkan uang miliaran rupiah diambil, tapi informasi tidak sampai ke publik. “Kegiatan itu sama saja fiktif,” ujarnya. “Karena beberapa pokir yang tayang di media cetak, korannya tak beredar di pasar. Jika bicara efisiensi penggunaan uang negara tidak hanya output (koran yang dicetak) yang diperiksa,” tegasnya. Dia mempertanyakan apakah koran tersebut benar-benar koran? “Kalau kertas yang habis dicetak masuk arsip, itu bukan koran, tapi sampah. Apakah negara membayar sampah yang diproduksi oleh kejahatan kerjasama antara anggota dewan dan oknum-oknum pemilik media nakal itu?” sesalnya.
Karena itu, Syarbaini menyarankan agar pekerjaan pokir sosialisasi tersebut tidak menimbulkan fitnah dan permusuhan sesama orang media, pengelolaan anggaran pokir publikasi harus ditata ulang. Jangan lagi main kongkalikong di belakang layar antara korlap dengan oknum-oknum pemilik media.
“Sekarang sudah era modern, era transparansi. Toh pekerjaan itu juga menggunakan uang negara dan manfaatnya harus diterima oleh rakyat, maka pemberlakuannya juga harus sama. Harus mengikuti mekanisme yang benar. Pokir itu bukan uang pribadi anggota dewan. Jadi, jangan semau gue,” sesalnya. “Oleh karena itu, Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera turun tangan untuk memeriksa kasus ijon dana Pokir Sosialisasi Pariwisata DPRA tersebut,” pungkas Syarbaini Oesman. (*)