Ilustrasi Dana Aceh 8 T.
ACEH CONNECT | BANDA ACEH —Kabar panas yang terus berseliweran hampir di seluruh media lokal di Aceh, kadang bikin hati panas. Dana di Bank Aceh berlebih, sementara rakyat butuh pinjaman kadang cuma tersandung asuransi dan lainnya berujung cari pinjaman di Bank Aceh cuma sia-sia.
Sementara salah seorang Bankers membenarkan, masalah Bank yang ada sisa dana yang tidak bisa diberikan untuk pembiayaan lalu ditempatkan di Bank lain itu hal biasa dan terjadi sudah cukup lama. Yang jadi masalah mengapa kasus ini diungkap, beberapa saat setelah Dirut Definitif BAS Fadhil Ilyas dilantik. Ada apa, tanyanya balik kepada awak media (27/9) di Banda Aceh.
Menurutnya, BAS menempatkan dananya di bank lain bukan sekarang aja. Itu biasa dalam dunia perbankan, tapi digoreng seakan-akan Bank Aceh menyimpan uang di luar Aceh. Kedengarannya sadis, tapi sayang Bank Aceh pun tidak segera melakukan klarifikasi. Ungkapnya.
Berbagai media lokal di Aceh hingga sekarang akhir September 2025 menulis, Rp8,08 triliun dana Bank Aceh ditempatkan di luar Aceh, terdiri dari Rp1,03 triliun antarbank dan Rp7,05 triliun dalam surat berharga nasional, termasuk sukuk pemerintah dan obligasi perusahaan.
Hal ini telah memantik spekulasi berbagai pihak, terakhir malah DPRA pun mempertanyakan kembali. Media sosial menjadi tempat kekecewaan para Anggota DPR Aceh, menyebut mayoritas dana tersebut dialihkan melalui instrumen antarbank serta surat berharga nasional, mulai dari sukuk negara hingga obligasi korporasi.
Menurut salah seorang DPRA, investasi pada sukuk masih sejalan dengan prinsip syariah, tetapi obligasi berbasis bunga justru menimbulkan tanda tanya besar.
“Kalau pada sukuk masih sesuai, tapi kalau sudah masuk ke obligasi, jelas yang dikejar adalah bunga. Itu bukan syar’i lagi,” tegas Khalid dalam keterangannya. Jumat 26/09/2025.
Ia merinci, sekitar Rp7,05 triliun dana BAS ditempatkan di surat berharga, termasuk obligasi korporasi yang rentan dengan praktik bunga.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa penempatan dana ke luar daerah jelas tidak memberikan dampak langsung bagi ekonomi Aceh, khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Padahal, Qanun Aceh telah mengamanatkan sektor UMKM sebagai prioritas pembiayaan.
Pengelola media lokal di Aceh, menyayangkan pihak Bank Aceh tidak segera melakukan klarifikasi dan menjelaskan kepada masyarakat. Apa sesungguhnya yang terjadi, kenapa Bank Aceh membiarkan informasi itu terus berkembang yang akhirnya akan menjadi beban bagi Pemerintahan Aceh.
Selain itu tingkat komunikasi di internal Bank Aceh sekarang, mulai tercium keluar tentang ketidakharmonisan dan perpecahan kelompok belum mampu diatasi. Dirut terkesan tertekan untuk melakukan penyegaran organisasi, tidak beda seperti saat Bank Aceh belum memiliki pimpinan.
Bayangkan begitu gencar serangan 8 T, Bank Aceh seperti tidak merasa perlu memberi klarifikasi. Ungkap berbagai sumber, kepada media ini. [**].











