Boy Hardi Hasan menyerahkan Berkas Pencalonan Cagub Aceh kepada Tim Pendaftaran Cagub PPP Aceh (Foto: Ist)
Banda Aceh, Acehconnect.com – Setelah mendaftarkan pencalonannya sebagai Calon Gubernur (Cagub) Aceh periode 2024-2029 melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Aceh, pada Jumat,10 Mei 2024 lalu, Boy Hardi Hasan juga mendaftarkan pencalonannya melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hal itu ditandai dengan pengembalian Berkas Pendaftaran Cagub 2024-2029 kepada Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Aceh, pada Kamis, 16 Mei 2024 siang.
Selesai menyerahkan berkas, dia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Tim Pendaftaran Partai PPP yang telah menerimanya dengan sangat baik. “Terima kasih atas penerimaan yang begitu baik dari tim Partai PPP dalam pengembalian berkas untuk dukungan PPP kepada kami. Semoga PPP siap mendukung untuk mengusung kami menjadi calon Gubernur Aceh,” ujarnya.
Sewaktu ditanyai oleh Acehconnect.com pasca pendaftaran tersebut, secara sekilas Boy Hardi Hasan menyinggung strategi pembangunan yang akan menjadi prioritasnya apabila menjadi gubernur Aceh nanti. “Kita akan memprioritaskan peningkatan ekonomi masyarakat level bawah, dengan pengembangan sektor pertanian, perkebunan, perikanan darat dan laut. UMKM dan koperasi akan menjadi ujung tombaknya. Namun tidak terlepas dari sektor investasi, terutama industri perikanan,” ungkapnya.
“Selain itu, Sumber Daya Alam akan kita kelola dengan mempertimbangkan dampak lingkungan. Kita harus berhati-hati dalam mengeluarkan rekomendasi. Kita akan menyertakan masyarakat dalam pengawasan dan pemeliharaan lingkungan,” tambahnya.
“Bidang sosial dan budaya, akan kita gerakkan dengan mengadopsi saran-saran dan ide-ide yang kontekstual dari tokoh masyarakat. Ulama merupakan ujung tombak dalam memperbaiki hukum-hukum yang bersyariat, dengan mengacu pada masa awal Pemerintahan Aceh Darussalam dahulu, yaitu adanya sinergitas yang erat di antara Ulama dan Umara,” pungkasnya.
Siapakah Boy Hardi Hasan?
Nama lengkapnya adalah Tjoet Boy Hardi bin Tjoet Nie Hasan. Lahir di Medan, 30 Agustus 1966. Dia adalah putra bungsu dari Almarhumah Saodah dan Almarhum Tjoet Nie Hasan. Saodah adalah Wanita Makasar yang berasal dari Medan. Sedangkan Tjoet Nie Hasan adalah Putra Aceh yang mempunyai garis keturunan Aceh Selatan dan Pidie dari pihak ayahnya yang bernama Tjoet Hasan, serta garis keturunan Aceh Besar dan Banda Aceh dari pihak ibunya yang bernama Cut Nyak Putri yang menetap di Gampong Jeulingke, Banda Aceh.
Pada masa kecilnya, sekitar tahun 1960-1970-an, Boy Hardi Hasan tinggal berpindah-pindah kota bersama orang tuanya yang bertugas sebagai Kepala Kantor Penerangan di Takengon, Sabang, dan Langsa. Pada masa itu Langsa masih merupakan ibukota Kabupaten Aceh Timur. Lama menetap di Kota Langsa dari tahun 1980 sampai sekarang, dia memiliki riwayat hidup yang panjang dalam meniti karirnya, sehingga kesuksesan menghampiri kehidupannya sampai saat ini.
Sebelum menyerahkan berkas, Boy Hardi Hasan menyampaikan Visi dan Misinya kepada Pengurus DPW PPP Aceh (Foto: Ist)
Sebagai aktivis, Boy Hardi Hasan pernah berkecimpung dalam Organisasi Lembaga Aliansi Indonesia sebagai Ketua Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu Ketua Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah (PMKM) Kota Langsa. Dia juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Yayasan Pengembangan Olah Raga Wilayah Timur (YAPORITIM) Aceh.
Ternyata tidak hanya bidang usaha dan olahraga saja yang menjadi fokus perhatiannya pada masa itu, tetapi juga program-program sosial kemasyarakatan lainnya, seperti pembangunan infrastruktur jalan-jalan di wilayah pelosok desa, serta pembangunan rumah-rumah layak huni pernah direalisasikannya terhadap masyarakat kurang mampu yang sangat membutuhkan.
Tentu saja semua hal itu, selain membantu masyarakat, juga sangat membantu Pemerintah Aceh dalam menerobos dan melakukan pendekatan kepada Pemerintah Pusat, dengan menjemput program serta anggaran untuk kepentingan daerah, baik sarana maupun prasarana. Sampai saat ini pun sistem jemput bola untuk membangun Aceh itu masih terus dilakukan olehnya.
Sepenggal Kisah Kelam
Namun ironisnya pada tahun 2002, semasa Konflik sedang berkecamuk, Boy Hardi Hasan pernah diusir dari tanah Aceh, sehingga dia pernah merasakan bagaimana sakitnya anak berdarah Aceh menjadi korban Konflik Aceh pada masa itu. Boy Hardi Hasan pernah ditangkap oleh Satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Non Organik yang bertugas di Aceh.
Selain dituding bukan Putra Berdarah Aceh, dia juga dituduh sebagai salah seorang penggerak dan aktor intelektual dibalik Gerakan Kemerdekaan Aceh. Akan tetapi, berkat keberaniannya menepis tudingan tersebut, dan tidak ada bukti lengkap atas tudingan yang ditujukan kepadanya, akhirnya Boy Hardi Hasan dilepaskan.
Tetapi dia harus keluar dari Aceh dan tidak diperbolehkan menetap di Wilayah Aceh dan Sumatra Utara. Apabila masih ditemukan menetap di kedua provinsi itu, maka nyawanya yang menjadi taruhan. Karena itulah Boy Hardi Hasan keluar dari tanah Aceh untuk menetap di Jakarta, sehingga sukses menjadi pengusaha seperti sekarang ini.
Dengan latar belakang kehidupan yang sangat herois dan dramatis seperti itu, tampaknya sosok Boy Hardi Hasan memang sangat layak untuk dipertimbangkan menjadi salah seorang Calon Gubernur Aceh Periode 2024-2029 mendatang. (zal)