Banda Aceh, acehconnect.com. Pemilu 2024 yang kemungkinan bakal memakai sistem proporsional tertutup, kian santer dibicarakan. Isu ini menyeruak sejak dilakukannya uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan (Korekku) Sufmi Dasco Ahmad menilai pernyataan mengenai wacana sistem pemilu proporsional tertutup hanyalah peringatan dari KPU. Menurutnya, pernyataan yang dikeluarkan oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari bukanlah pernyataan liar mengingat adanya gugatan yang masuk ke MK, sehingga ada kemungkinan pemilu digelar secara proporsional tertutup.
”Saya pikir apa yang disampaikan Ketua KPU itu adalah sebuah warning, karena sudah ada gugatan atau JR (Judicial Review) di MK. Karena, kan, ada kemungkinan MK memutuskan. Jadi itu bukanlah statement liar dari KPU tetapi itu warning, bahwa ini ada kemungkinan begini, loh, menginformasikan kepada masyarakat luas dan parpol,”kata Legislator Partai Gerindra ini kepada awak media beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Dasco bersama Partai Gerindra tetap mengedepankan asas keadilan dan pemerataan. Dia menuturkan karena banyaknya partai baru yang ingin berkontestasi dalam Pemilu 2024, sehingga akan menyulitkan mereka bila dilakukan proporsional tertutup. Pungkasnya.
Pada waktu yang berbeda Rocky Gerung menuturkan, sistem pemilihan tertutup merupakan sebuah electoral autocracy. Parpol bebas untuk menyodorkan para otokrat tanpa melalui seleksi publik. Hal ini membuat politik kemudian berpotensi dikuasai oleh sebuah parpol. “Ini persekongkolan jahat untuk membatalkan kedaulatan rakyat,”. Kata Rocky.
Dari dua situasi memunculkan beragam spekulasi, hingga ada yang memprediksi situasi ini dicipta untuk menunda batalnya pemilu dilaksanakan pada tahun 2024. Di sisi lain, banyak tokoh masyarakat yang dihimpun redaksi beranggapan tetap tidak ada celah untuk menunda pemilu dan harus dilaksanakan 2024.
Karena menunda pemilu, bisa menciptakan negara dalam keadaan darurat atau sebaliknya. Benarkah, kondisi itu bisa terjadi?. Kalau kita menelisik tulisan Rusdianto Sudirman ( Pengajar Hukum Tata Negara IAIN Parepare), rasanya pemilu tetap harus dilaksanan 2024.
Penetapan Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024 sebagaimana dicapai melalui rapat bersama antara Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum dianggap seolah angin lalu oleh para penyekokong gagasan tertundanya pemilu 2024.
Meskipun demikian dalam sejarah pemilu di Indonesia, terhentinya pemilu bukanlah hal baru, namun tentu alasan tertundanya memiliki dasar konstitusional yang jelas.
Pada awalnya setelah UUD 1945 terbentuk, konstitusi sudah direncanakan tahun 1946, tetapi gagal karena selain Undang-Undangnya masih dalam proses penyusunan, keamanan pada saat itu juga belum stabil.
Pemilu pertama baru dapat dilaksanakan pada tahun 1955 dengan landasan konstitusional UUDS 1950. Setelah pemilu 1955, seharusnya ada pemilu 1959, tapi ditunda ke tahun 1960, namun pada tahun 1960 kembali ditunda ke tahun 1962. Lalu tahun 1962 pun harus ditunda lagi ke tahun 1966, namun lagi-lagi pemilu 1966 ditunda ke tahun 1968. Pemilu tahun 1968 pun ditunda, pemilu nanti bisa dilaksanakan pada tahun 1971. Jadi, praktik pemilu lima tahun itu baru terjadi setelah pemilu 1971.
Mekanisme konstitusional tertundanya Pemilu 2024 dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama , mengamandemen UUD 1945. Kedua, bisa dilakukan dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) . Judicial review di MK bisa mempengaruhi makna konstitusi tertentu supaya dimaknai seiring perkembangan zaman.
Misalnya saja, orang bisa saja menggunakan uji ketentuan pasal 167 ayat 1 UU No.7/2017 untuk mengetahui tidak boleh pemilu dilaksanakan tidak lima tahun sekali.
Meskipun membuka kesempatan untuk memuluskan wacana menunda Pemilu 2024, untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. jika menggunakan mekanisme konstitusional dengan mengamandemen UUD 1945.
Pasalnya, menunda Pemilu 2024 maka harus ditentukan pula betapa naasnya Presiden, Wakil Presiden, dan anggota DPR-DPD yang masa jabatannya habis pada tahun tersebut. Hal itu harus diperjelas dengan menentukan siapa lembaga yang berhak memperpanjang masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, dan anggota DPR-DPD.
Jika hak untuk memperpanjang jabatan Presiden, Wakil Presiden, dan anggota DPR-DPD diberikan kepada MPR maka pasal dalam UUD 1945 yang mengatur soal lembaga tinggi negara ini juga harus diubah. Karena, Pasal 3 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang berlaku saat ini hanya memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945 dan melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. untuk mengubah pasal dan ayat demi menunda Pemilu 2024 tanpa persetujuan rakyat, pasti akan menimbulkan kegaduhan politik yang dampaknya dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, perlu juga mempertimbangkan dan mewaspadai masuknya penumpang gelap dalam amandemen ke 5 UUD NRI 1945 dengan motif tertundanya Pemilu 2024.
Penumpang gelap itu adalah wacana presiden “tiga periode”. Akan muncul kesepakatan, jika masa jabatan Presiden/ Wakil Presiden diperpanjang selama satu sampai dua tahun itu, artinya sama dengan satu periode.
Sehingga Harus dijelaskan bagaimana keadaan negara yang pemimpinnya tidak ada. Presiden Wakil Presiden, DPR, dan DPD tidak lagi berkuasa, masa jabatan berakhir.
Hukum harus mengatur bagaimana hukum tata negara mengatur kalau masa jabatannya berakhir.dengan kondisi seperti demikian, Jabatan Presiden dan Wakil Presiden dapat mengalami krisis konstitusional.
Negara Darurat Jika Pemilu 2024 Ditunda, benarkah?.
Menurut Rusdianto, akan sangat berbahaya nantinya jika Presiden dan Wakil Presiden mengalami krisis konstitusional. Segala perintah dan kebijakan yang diambil akan rawan mendapatkan gugatan karena jabatan Presiden yang tidak memiliki legitimasi hukum konstitusional.
Selain itu menurutnya, ada hal yang paling mendasar dan sangat penting yang perlu kita renungi bersama, ketika nantinya pelaksanaan pemilu 2024 ditunda tanpa alasan konstitusional yang jelas. Ini akan menimbulkan kegaduhan.
Tentunya, kita berharap kejadian yang di atas tidaklah terjadi sehingga hal ini dapat memicu semangat para pihak untuk mewujudkan proses Pemilu 2024 yang jujur, adil, bebas, dan rahasia, serta dapat menciptakan pemilu yang demokratis dan bermartabat. Demi tercapainya keadilan hukum dan kesejahteraan masyarakat. [TR].