Acehconnect.com | Banda Aceh. — Menteri keuangan terkesan cuma pintar berhitung, tanpa melihat kondisi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi di masa sekarang. Jika keputusan rencana menaikkan PPN pada tahun 2025 hingga 12% tak bisa dibendung, maka bukan tidak mungkin ekonomi masyarakat semakin parah karena kenaikan PPN akan diikuti oleh kenaikan harga bahan pokok.
Di masa lalu asal Menteri Keuangan sudah ambil keputusan, jarang bisa dihentikan meski masyarakat menjerit. Berbagai pihak berharap, di masa Presiden Prabowo Subianto kondisi semacam ini tidak terjadi. Kendali tetap ada di tangan Presiden, dan Presiden punya kewengan untuk menunda bahkan sebaliknya menurunkan PPN hingga 5 %.
Jika peluang ini mampu disikapi Presiden, masyarakat Indonesia pasti merasa lega. Karena sangat tidak pantas jika PPN, dijadikan tumbal dalam kesulitan keuangan negara. Masih banyak solusi lain yang harus digali, termasuk menangkap para koruptor dan mengambil kembali uang negara yang telah dirampok.
Rencana menaikkan pajak penambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025, dinilai tidak tepat, dan memunculkan kekhawatiran dunia usaha maupun masyarakat akan efek domino terhadap kenaikan harga-harga.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penerapan PPN 12 persen telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menurut Sri Mulyani, kenaikan tarif PPN ini diperlukan untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBB).
Dia juga memastikan, tarif baru PPN ini akan diterapkan dengan hati-hati. Pemerintah juga akan memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
Seperti yang dilansir CNBC Indonesia, Pemerintah disebut memiliki kuasa untuk menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 tanpa mengubah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Jangankan menunda, dalam UU tersebut pemerintah bahkan bisa menurunkan tarif PPN hingga 5%. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Fredric Palit membenarkan tentang kemampuan pemerintah tersebut.
“Betul,” kata Dolfie ketika dikonfirmasi awak media, Jumat, (22/11/2024).
Aturan yang disebut Dolfie tercantum dalam Pasal 7 Undang-Undang HPP. Ayat (3) Pasal 7 UU HPP mengatur tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PPN) dan dengan persetujuan DPR.
Kenaikan ini telah memunculkan penilaian berbagai pihak, dengan berbagai cuitan menolak kebijakan terus bermunculan.
Salah satu petisi dibuat dan dibagikan oleh akun X @barengwarga pada Selasa (19/11) silam. Dalam cuitannya, akun itu menuntut pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN.
“Kenaikan PPN tersebut secara langsung akan membebani masyarakat karena menyasar barang-barang kebutuhan pokok. Kalau keputusan menaikkan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai harga sabun mandi sampai bahan bakar minyak (BBM) akan ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup,” sebut cuitan akun tersebut. [*].