Pompa angguk Wilayah Kerja (WK) Rokan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). (CNBC Indonesia/Pratama Guitarra)
Acehconnect.com | Banda Aceh. — Setiap pemerintah berencana ingin menaikkan BBM masyarakat di Indonesia menjerit lebih dahulu, pasalnya ketergantungan masyarakat pada subsidi pemerintah sangatlah besar.
Terutama minyak pengganti premium seperti pertalite, harga yang sudah tetapkan sekarang Rp 10.000/liter seakan telah mendekati titik jenuh. Begitu juga pada subsidi biosolar, subsidi pemerintah masih jadi solusi.
Yang masih belum bisa dipahami adalah, mengapa hingga sekarang Indonesia masih disebut produsen dan mengekspor minyak mentah ke luar negeri. Sedang kita selalu mengimpor kembali minyak mentah dengan harga dolar, sehingga jika nilai tukar mata uang Indonesia turun takut minyak di dalam negeri naik lagi.
Seperti yang dilansir CNBC Indonesiab beberapa waktu lalu bahwa, Indonesia tercatat masih melakukan kegiatan ekspor minyak mentah ke beberapa negara tujuan, di antaranya yakni Jepang, Singapura dan Korea Selatan.
Berdasarkan data dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023 dikutip Rabu (3/7/2024), ekspor minyak mentah RI sepanjang 2023 tercatat mencapai 21,396 juta barel.
Berikut negara tujuan ekspor minyak mentah Indonesia ke beberapa negara antara lain, Jepang, Singapura, Korea Selatan, serta lainnya. Dikutip dari CNBC Indonesia, 3 Juli 2024 lalu.
Sementara menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2023 Indonesia mengimpor minyak mentah. Tercatat 1,88 juta ton, meningkat 29% dibanding September tahun lalu (year-on-year/yoy) pada periode sama, impor hasil minyak turun 2% (yoy) menjadi 2,2 juta ton.
Mirisnya, BBM yang diimpor dari Singapura merupakan minyak yang berasal dari sumur-sumur yang ada di Indonesia.
Banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau para perusahaan pengeboran minyak di Indonesia menjual minyaknya ke Singapura.
Alasannya, kilang di Indonesia tak mampu menampung seluruh produksi minyak mentah Tanah Air. Tulis Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Dari penelusuran media ini ke semua laman, belum diperoleh literatur mengapa Indonesia disebut sebagai produsen minyak mentah. Sementara Indonesia terus melakukan impor.
Dari diskusi redaksi media ini didapat jawaban bahwa, Indonesia masih ekspor minyak mentah karena belum memiliki refinery. Selain harga perolehannya sangat mahal, teknologinya juga belum terjangkau (harganya selangit). Sehingga Singapura, menjadi negara penerima manfaat.
Konsekuensinya pemerintah harus terus subsidi minyak, karena minyak di impor dan dibeli dengan mata uang US Dollar yang nilai tukarnya semakin meningkat. Kita tidak membahas mafia migas, persoalan migas ini sangatlah rumit. Semoga pemerintah semakin berani, memberikan subsidi yang lebih kepada rakyat yang masih banyak miskin.
Meski ada saja keinginan pemerintah atau DPR, bicara harga minyak masih kurang dari harga oktan dan lain sebagainya. Semoga juga mereka menyadari hingga sekarang, memberantas mafia migas bukanlah persoalan mudah. Ungkap sumber terpercaya media ini, Jum’at sore 5 Juli 2024. [*].