Jubir KPA Luwa Nanggroe Minta Polda dan Kejati Aceh Kawal Proyek Rawan Korupsi

Aceh Connect | Banda Aceh. — Juru Bicara (Jubir) Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe, Umar Hakim Ilhami, mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk memperketat pengawasan terhadap pengerjaan proyek-proyek strategis di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

Menurutnya, banyak program yang berpotensi menjadi ladang korupsi jika tidak diawasi secara ketat.

Salah satu yang menjadi sorotan Umar Hakim adalah proyek pembangunan rumah layak huni oleh Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Aceh tahun anggaran 2025.

Pemerintah Aceh berencana membangun 3.000 unit rumah untuk masyarakat kurang mampu, namun sejarah mencatat program serupa kerap bermasalah, baik dalam aspek transparansi anggaran, ketepatan sasaran, hingga kualitas bangunan yang jauh dari standar.

“Kita tidak ingin program ini menjadi bancakan segelintir orang. Jangan sampai rakyat hanya dapat rumah yang dindingnya retak dalam hitungan bulan, atap bocor, atau malah tidak dibangun sama sekali. Oleh karena itu, Polda dan Kejati Aceh harus turun tangan sejak tahap perencanaan hingga realisasi,” kata Umar Hakim kepada media, Minggu (02/03/2025).

Menurutnya, banyak proyek lain yang juga harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.

Ia mencontohkan pembangunan dan rehabilitasi irigasi di Dinas Pengairan Aceh yang setiap tahun menyerap anggaran besar, namun tak jarang hasilnya mengecewakan.

Saluran irigasi yang seharusnya mengairi sawah petani justru mampet karena konstruksi asal jadi, sementara ada proyek yang hanya terlihat bagus di atas kertas tetapi nihil di lapangan.

Tak hanya itu, proyek infrastruktur jalan di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh juga menjadi sorotan.

Umar Hakim menilai banyak jalan kabupaten dan provinsi yang baru saja dibangun atau diperbaiki tetapi sudah kembali rusak dalam waktu singkat.

“Banyak jalan yang terkesan hanya ditambal sulam asal-asalan, padahal anggarannya mencapai miliaran rupiah. Ini harus diaudit secara ketat,” ujarnya.

Selain infrastruktur fisik, Umar Hakim juga meminta agar proyek pengadaan barang dan jasa di berbagai dinas tidak luput dari pengawasan.

Salah satu contohnya adalah pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di Dinas Kesehatan Aceh.

Menurutnya, selama ini banyak laporan dugaan markup harga alat medis, pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi, hingga distribusi yang tidak merata ke fasilitas kesehatan di daerah.

Sebagai solusi, Umar Hakim mendorong aparat hukum untuk membentuk tim khusus yang bekerja sama dengan lembaga antikorupsi serta melibatkan masyarakat sipil dalam pengawasan.

“Jangan hanya bergerak setelah ada kasus mencuat ke publik, tapi sejak awal harus ada sistem pengawasan yang preventif,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia meminta gubernur dan kepala dinas di Aceh untuk tidak bermain-main dengan proyek rakyat.

“Kami akan mengawal setiap proyek yang menggunakan uang rakyat. Jika ada indikasi penyimpangan, jangan salahkan kami jika nantinya ada aksi besar-besaran dari masyarakat,” tutupnya. [MY].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *