Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat dan bersalaman dengan Anwar Usman (kiri), hakim konstitusi, dalam pengucapan sumpah atau janji di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 7 April 2016.
Acehconnect.com | Banda Aceh. — Secara definitif, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga tinggi dalam sistem ketatanegaraan di suatu negara. Bersama-sama dengan Mahkamah Agung, lembaga ini memegang kekuasaan kehakiman, khususnya untuk menguji dan mengadili berbagai aturan yang berkaitan dengan undang-undang.
Namun ternyata putusannya masih dapat di PTUN kan, meski bukan putusan administratif. Secara awam lembaga ini terkesan lembaga yang paling tinggi dalam putusan hukum, namun kenyataannya masih ada saja celah, sehingga putusannya bukan final dan tidak mengikat.
Hal ini terkait putusan MK terhadap Anwar Usman, MK beberapa waktu lalu memecat Anwar Usman karena pelanggaran etik berat. Anwar Usman tidak terima, mengajukan banding ke PTUN dan menang (13/8). Terus jika Anwar menang, bagaimana nasib Hakim Mk?.
Terkait putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan akan mengajukan banding. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK tidak sah dan memerintahkan untuk memulihkan nama baik Anwar Usman.
Pakar hukum bilang hakim PTUN Jakarta bisa “dipecat dengan tidak hormat“ karena bertindak di luar kewenangan.
MK menerima amar putusan PTUN Jakarta tersebut pada Selasa sore (13/8), tapi belum mendapat salinan utuh putusannya hingga Rabu.
Meski begitu, MK telah menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada Rabu pagi dan memutuskan untuk mengajukan banding.
“Melalui RPH pagi tadi, sembari menanti kita dapatkan salinan putusan, MK mengambil sikap untuk banding,” kata Fajar Laksono, juru bicara MK, kepada awak media.
Karena itu, menurutnya, “tidak lumrah” bila apa yang diputuskan MK kemudian “dikoreksi oleh peradilan tingkat bawah seperti Pengadilan Tata Usaha Negara”.
“Kedua, putusan MKMK itu kan perihal etik, bukan perihal administratif. Jadi sudah tidak tepat,” kata Feri dikutip dari BBC News Indonesia pada Rabu (14/8).
Sementara, Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua MKMK yang mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK, mengatakan seharusnya MK tidak perlu mengajukan banding.
Menurutnya, putusan PTUN Jakarta itu dilaksanakan saja apa adanya. Lalu, MK disebut bisa mengadakan rapat permusyawaratan hakim atau RPH untuk memilih dan mengukuhkan kembali Suhartoyo sebagai ketua MK.
“Jadi tidak usah banding dan kasasi yang memperpanjang masalah. Padahal, pilkada sudah di depan mata dan pergantian pemerintahan akan berlangsung damai tanpa drama-drama baru,” kata Jimly.
Pilihan lain, kata Jimly, MK bisa mengabaikan saja putusan PTUN Jakarta.
“Karena tidak ada orang luar termasuk PTUN yang berhak ikut campur urusan internal MK. Kalau putusan tersebut dibenarkan, berarti PTUN juga bisa ikut campur dalam urusan pemilihan ketua MA sebagai lembaga atasannya,” ujarnya. [*].