Bodhi Mani Risby-Jones, turis Australia
Banda Aceh, Acehconnect.com. Kasus turis Australia yang dihukum cambuk di Aceh mendapat perhatian dunia. Media China sampai datang ke sana untuk melihat bagaimana kehidupan orang Aceh. Tulis sebagian besar media luar, beberapa waktu lalu.
South China Morning Post, membuat sebuah artikel yang berjudul Fakta Traveling di Aceh, Ganja Menggila, Muslim ultra konservatif di mana Hukum Syariah berlaku. Untuk artikel ini, si penulis tinggal di Aceh selama satu minggu.
Kalimat pembuka dimulai dengan kasus Bodhi Mani Risby-Jones, turis Australia yang melakukan penyerangan pada nelayan Aceh karena mabuk. Turis ini menerima hukuman cambuk sesuai dengan hukum Syariah yang diterapkan Aceh, namun berakhir damai.
Sejak itu, ada banyak berita asing yang mulai menyoroti tentang hukum Syariah. Pelanggaran seperti pacaran, minum alkohol, judi dan homoseksual adalah ‘dosa’ umum yang kerap mendapatkan cambuk.
Adegan ini yang disorotnya.
Setelah itu, sang penulis yang bernama Dave Smith, menceritakan perjalanannya. Dia tiba di Lhokseumawe dan menginap di Lido Grand Hotel. Baru di sana saja, Smith langsung ditegur oleh staf hotel karena memakai celana renang yang kependekan
Keesokan harinya, Smith berpindah ke Banda Aceh. Dia tak lupa berkunjung ke Masjid Raya Baiturrahman. Sorenya, Smith dihampiri oleh anggota Satpol PP. Tidak ada kesalahan yang diperbuatnya, petugas itu hanya ingin menyapa.
Momen ini dipergunakan baik oleh Smith untuk bertanya-tanya soal hukum Syariah. Dari percakapan itu didapati bahwa pelancong hanya perlu berpakaian sopan seperti warga lokal.
“Saya mengalami sambutan hangat yang sama di mana-mana di Aceh: orang-orang mendatangi saya di jalan, di restoran dan di hotel dan bertanya dari mana saya berasal dan apakah saya bersedia untuk selfie dengan mereka,” tulis Smith.
Dari Banda Aceh, Smith meneruskan perjalanan ke Gayo. Di sini, Smith merasakan hal yang berbeda dari Aceh.
“Aspal hitam yang berkelok di pagari dengan pakis raksasa dan pohon kayu kuno, aliran sungai deras dan pegunungan diatapi oleh awan yang menjulang sejauh mata memandang,” katanya.
Di lintas gunung pertama, ia singgah untuk makan mie Aceh. Dirinya cukup terkejut mengetahui bahwa makanan tersebut mengandung ganja. Meski ganja dilarang di Indonesia, namun penggunaannya di Aceh tidak dibatasi karena sudah masuk dalam budaya.
Smith bertemu dengan seorang pemandu, Dicky, yang akan membawanya ke Taman Nasional Gunung Leuser. Dia kembali terkejut, ketika Dicky muncul dengan membawa alkohol.
Minuman itu disebut susu, karena berwarna putih. Namun minuman itu dibuat dari santan dan dijual di kedai-kedai setelah gelap secara tersembunyi. Dari percakapan itu, munculah pengakuan.
“Orang-orang mengira kami semua begitu serius di Aceh, seakan yang kami lakukan hanyalah berdoa dan pergi ke masjid,” katanya.
“Tapi kami orang Aceh, kami sangat senang berpesta,” tambahnya.
Smith sendiri tak menceritakan tanggapannya akan pernyataan itu. Dia hanya menuliskan dirinya pergi ke sarapan di pinggir jalan.
Tak disangka, dirinya bertemu dengan bule lain dari Australia. Bule ini bernama Dian, seorang insinyur bergelar master dari Universitas di Melbourne. Dian bercerita bahwa di Aceh dia merasa sangat aman.
“Di Melbourne, laki-laki sering mengganggu saya ketika saya sendirian di kafe atau perpustakaan. Tapi di Aceh, laki-laki tidak pernah mengganggu saya,” ucapnya.
Dian mengaku bahwa dirinya tidak setuju dengan hukum cambuk, kecuali untuk kejahatan ekstrem seperti pelecehan anak dan pemerkosaan. Tapi kalau ingat lagi bagaimana dirinya diganggu oleh banyak pria di Aussie, pikiran tentang hukum cambuk seakan jadi penenang.
“Saya pikir jika ada kemungkinan dia bisa dicambuk, dia mungkin akan meninggalkan saya sendiri,” ungkapnya. Dikutip dari detik.travel.
Di balik hukum Syariah, Aceh menyimpan banyak potensi untuk pariwisata. Smith mengaku bahwa setelah seminggu di Aceh, hidupnya telah diwarnai dengan wajah-wajah ramah, budaya, dan tempat-tempat indah di Aceh.
“Meskipun ada hukuman fisik, Aceh sangat kaya, penuh warna dan ramah seperti daerah lain di Indonesia,” tutupnya. [*].