Huma Khan tinggal di Stockport, Manchester Raya. Dia bekerja sebagai guru di sekolah dasar setempat.
Acehconnect.com | Banda Aceh. — Bukan hanya pebisnis (pengusaha) muslim yang terancam di Inggris, seorang guru yang dengan rela mendidik anak-anak seusia dini Inggris lpun menjadi sasaran teror. Meski mereka telah lama tinggal di Inggris, jika berpakaian muslim dan tampak beribadah di mesjid ikut terancam.
“Yang orang-orang sebut sebagai aksi protes… sebenarnya saya sebut sebagai serangan teror.” ungkap Huma Khan.
Kekerasan yang terjadi di berbagai kota di Inggris membuatnya bertekad untuk menjalani kehidupan seperti biasa, tetapi ia merasa was-was.
“Awalnya reaksi saya adalah kaget. Saya pikir fakta bahwa [kekerasan] itu telah berubah menjadi apa yang orang-orang sebut sebagai aksi protes, sebenarnya saya sebut sebagai serangan teror. Fakta bahwa itu muncul dari rumor media sosial, yang ternyata bohong, sedikit mengejutkan,” ungkapnya kepada BBC, dikutip Acehconnect.com 9/8.
“Saya tumbuh besar terbiasa menjadi sasaran, dilecehkan karena keyakinan agama saya, penampilan saya, dan cara saya berpakaian.
“Saya tidak akan gentar ketakutan… Tetapi saya memiliki firasat buruk di benak saya setiap kali saya keluar rumah. Apakah saya akan berada dalam bahaya?” ungkapnya.
Seorang pengunjuk rasa memegang plakat bertuliskan “Kaum rasis tidak diterima di sini” pada saat demonstrasi tandingan terhadap protes anti-imigrasi yang diserukan oleh aktivis sayap kanan di pinggiran kota Walthamstow, London.
Warga Muslim di Inggris dilaporkan takut untuk beribadah di masjid. Kekhawatiran itu dampak dari kerusuhan anti-imigran yang meluas di negara tersebut sejak pekan lalu.
Laporan warga Muslim yang memakai jilbab atau cadar menerima ancaman akan dibunuh sampai diperkosa. Semua warga Muslim di Inggris panik ketakutan, berita-berita hoax ditebarkan meneror warga Muslim.
Kisah seorang pengusaha muslim di Inggris, lebih tragis lagi. Semua usahanya yang telah dibangun puluhan tahun, kini tinggal puing dan nyawanya terancam.
Mohammed Idris yang tinggal di Belfast sejak 2002 ini menuturkan, sebelum akhir pekan lalu, bisnisnya di Sandy Row pernah menjadi sasaran kerusuhan pada tahun lalu. “Toko komputer saya rusak parah, sama seperti kafe ini. Kafe ini adalah harapan hidup, kini tidak ada harapan di sini,” kata Idris.
Demontrans menyebut dan memanggil namanya, dalam kerusuhan dan perusakan usaha-usaha muslim. Kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh siapapun termaduk lawan bisnisnya, gunakan hoax penyebaran fitnah dan sebagainya “Inggris Seakan Tertutup Bagi Warga Muslim”. [*].